Pengungsi Rohingya tiba di kamp penampungan di Ukhiya, Bangladesh, 3 September 2017. Foto: AFP/Lampost.co |
DHAKA (Lampost.co)--Sebanyak 87 ribu pengungsi Rohingya tiba di Bangladesh. Mereka datang usai melarikan diri dari kekerasan yang kembali meletus di Rakhine, Myanmar.
Dilaporkan kantor berita AFP, Senin (4/8/2017), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan sekitar 20 ribu pengungsi lain masih berkumpul di perbatasan antara Bangladesh dan Rakhine, Myanmar Barat. Dari laporan PBB, mereka berkumpul di perbatasan untuk mengantre masuk ke Bangladesh.
Meningkatnya jumlah mengungsi akibat kekerasan di Myanmar, Dhaka meningkatkan kontrol perbatasan setelah kekerasan kembali terjadi 10 hari lalu. Meski penjagaan meningkat, petugas perbatasan mengizinkan beberapa pengungsi masuk ke negara mereka.
Lima tahun terakhir, Rakhine menjadi mimpi buruk bagi etnis Muslim Rohingya. Mereka kerap menjadi korban operasi militer Myanmar yang memburu kelompok militan Rohingya. Sejumlah warga kehilangan nyawanya dalam upaya melarikan diri dengan menyeberangi sungai perbatasan Naf. Sebagian lainnya datang ke kemah pengungsi di dekat perbatasan.
Kekerasan terakhir di Rakhine meletus saat gerilyawan Rohingya menyerang pos polisi terpencil yang menewaskan 15 petugas. Mereka juga membakar desa-desa sehingga banyak yang kehilangan tempat tinggal.
Kepala militer Myanmar mengatakan hampir 400 orang tewas, termasuk di antaranya 370 gerilyawan Rohingya sejak 25 Agustus. Pasukan keamanan Myanmar telah meluncurkan operasi "pembersihan" untuk menyapu gerilyawan yang jumlahnya diklaim semakin banyak.
Kelompok hak asasi manusia menuduh pembantaian Rohingya terjadi di desa-desa terpencil yang dipimpin polisi dan tentara Myanmar dan gerombolan etnis Myanmar.
Menlu RI Bertolak ke Myanmar
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi melakukan kunjungan kenegaraan ke Myanmar. Kedatangannya tersebut untuk membahas situasi terkini di Rakhine.
"Sekali lagi, perjalanan ini adalah membawa amanah bagi semua masyarakat Indonesia agar Indonesia dapat membantu krisis kemanusiaan ini dan dapat segera diselesaikan," kata Menlu Retno ketika ditemui di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Minggu 3 September 2017.
"Tidak hanya bawa amanah masyarakat Indonesia, tetapi juga harapan dunia internasional agar Indonesia dapat menyampaikan harapan masyarakat internasional yang juga mengharapkan krisis ini dapat diselesaikan," lanjutnya.
Menlu Retno adalah menlu pertama yang bisa masuk ke Myanmar dan bertemu otoritas setempat untuk membantu selesaikan krisis kemanusiaan tersebut.
"Dari observasi yang saya lakukan, saya adalah menlu pertama yang masuk ke Myanmar dan mengadakan pembicaraan dengan otoritas Myanmar. Mudah-mudahan semuanya lancar dan sesuai seperti yang direncanakan," ujar dia.
Indonesia merupakan negara pertama yang melakukan pertemuan dengan otoritas Myanmar untuk berdiskusi dan menyampaikan keprihatinan. "Kita akan membahas apa yang kita harapkan agar Myanmar dapat melakukan sesuatu karena ini adalah tanggung jawab Myanmar. Tapi, ada bagian di mana Indonesia bisa membantu," kata Retno.
Menlu Retno menegaskan sekali lagi bahwa krisis ini adalah sebuah krisis kemanusiaan yang perlu segera diatasi.
Sumber: https://goo.gl/7u3Ffj